BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya
dunia teknologi sekarang, menimbulkan persaingan yang ketat antara perusahaan
IT satu dengan lainnya dalam mempertahankan fungsi bisnis mereka. Untuk
mempertahankan hal tersebut, tiap perusahaan akan menentukan teknologi yang
akan membantu mereka dalam beroperasi. Akan tetapi, teknologi yang digunakan
bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai, dibutuhkan pengesahan atau
pengalaman dalam mengoperasikan teknologi tersebut. Hal ini menyebabkan
diadakannya standar penilaian yang disebut dengan Capability Maturity Model Integration (CMMI).
Dengan adanya standardisasi,
organisasi dapat berkembang dengan lebih terarah. Semua anggota organisasi
mulai dari programmer, analis, tester, manajer dan direktur mengetahui apa jobdesk masing-masing pribadi. Apa yang
harus disediakan bagi pihak lain dan juga apa yang bisa diharapkan dari divisi
lain. Dengan demikian, tidak banyak usaha yang sia-sia karena miss-communication atau kurangnya
koordinasi.
Sayangnya, dunia enterpreneur IT di Indonesia masih
jarang yang memperhatikan standardisasi ini, karena adanya beberapa faktor
misalnya, tidak mengerti bahasa Inggris, standar luar negeri tidak cocok untuk
kondisi lokal, standar hanya membuat organisasi merasa monoton dan membosankan.
1.2 Rumusan
Masalah
Untuk mengetahui standar lebih dalam
lagi, rumusan masalah yang ada yaitu :
1. Bagaimana
sebuah perusahaan dapat mengklaim standar CMMI ?
2. Bagaimana
pengklasifikasian standar CMMI?
1.3 Tujuan
Dengan adanya CMMI, setiap bagian-bagian
penting perusahaan dapat berkoordinasi dengan baik sehingga mengakibatkan
tujuan perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
BAB
2
LANDASAN
TEORI
Standar
Standar merupakan
sebuah ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan dalam berproses. Bisa
juga diartikan sebagai kesepakatan yang telah didokumentasikan dan di dalamnya
terdiri atas kriteria-kriteria yang digunakan sebagai peraturan untuk
menetapkan kesepakatan yang telah disetujui. Dengan adanya standar, kehidupan
manusia akan menjadi lebih mudah.
CMMI
Capability Maturity
Model Integration (CMMI) merupakan suatu model pendekatan dalam penilaian skala
kematangan dan kemampuan sebuah organisasi perangkat lunak. CMMI pada awalnya
dikenal sebagai Capability Maturity Model
(CMM) yang dikembangkan oleh Software
Enginnering Institute di Pittsburgh pada tahun 1987. Namun perkembangan
selanjutnya CMM menjadi CMMI. CMMI mendukung proses penilaian secara
bertingkat. Penilaiannya tersebut berdasarkan kuisioner dan dikembangkan secara
khusus untuk perangkat lunak yang juga mendukung peningkatan proses.
CMMI adalah suatu
pendekatan perbaikan proses yang memberikan unsur-unsur
penting proses efektif bagi organisasi.
Praktik-praktik terbaik
CMMI dipublikasikan dalam dokumen-dokumen yang disebut model, yang
masing-masing ditujukan untuk berbagai bidang yang berbeda.
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1. CMMI
CMMI memiliki 4 aturan yang dapat disesuaikan
menurut organisasi IT, yakni: System
Engineering (SE), Software
Engineering (SW), Integrated Product
and Process Development (IPPD) dan Supplier
Sourcing (SS).
CMMI terdiri dari rangkaian practices. Dalam
rangkaian practices ini ada rambu-rambu atau rekomendasi yang dapat diikuti.
Practices dalam CMMI dibagi menjadi dua, yaitu Generic Practices (GP) dan Specific
Practices (SP). Bila kita sudah mengimplementasikan practices dengan
sempurna, kita dianggap sudah memenuhi Goals. Sama seperti practices, ada Generic Goals (GG) dan Specific Goals (SG). SG dan SP dikelompokkan
menjadi Process Area (PA).
Process
Area yang ada sebagai berikut
Saat ini terdapat dua
bidang minat yang dicakup oleh model CMMI: development
(pengembangan) dan acquisition
(akuisisi). Versi terkini CMMI adalah versi 1.2 dengan dua model yang tersedia
yaitu CMMI-DEV (CMMI for Development)
yang dirilis pada Agustus 2006 dan ditujukan untuk proses pengembangan produk
dan jasa, serta CMMI-ACQ (CMMI for
Acquisition) yang dirilis pada November 2007 dan ditujukan untuk manajemen
rantai suplai, akuisisi, serta proses outsourcing di pemerintah dan industri.
CMMI menangani jalan
yang harus ditempuh suatu organisasi untuk bisa mengelola proses yang
terpetakan dengan baik, yang memiliki tahapan terdefinisi baik. Asumsi yang
berlaku di sini adalah bahwa dalam organisasi yang matang, dimungkinkan untuk
mengukur dan mengaitkan antara kualitas produk dan kualitas proses.
Terlepas model mana
yang dipilih oleh suatu organisasi, praktik-praktik terbaik CMMI harus
disesuaikan oleh masing-masing organisasi tergantung pada sasaran bisnisnya.
Organisasi tidak dapat memperoleh sertifikasi CMMI, melainkan dinilai dan
diberi peringkat 1-5. Hasil pemeringkatan penilaian ini dapat dipublikasikan
jika dirilis oleh organisasi penilainya.
Maturity Level di CMMI
ada 5, mulai dari yang terendah Maturity Level 1 hingga Maturity Level 5.
Setiap Maturity Level memiliki seperangkat Process Area yaitu Generic Practices
(GP) dan Specific Practices (SP) yg harus dipenuhi agar perusahaan berhak
menggunakan titel Maturity Level tersebut. Sebagai contoh, bila perusahaan
ingin lulus Maturity Level-2, maka perusahaan harus mengimplementasikan 7
process area. Untuk mencapai Maturity Level-3, perusahaan harus mengimplementasikan
7 process area dari Maturity Level-2 ditambah dengan 11 process area dari
Maturity Level-3. Demikian seterusnya, sehingga Maturity Level-5 yang sudah
mengimplementasikan 22 process area.
3.2. Klasifikasi CMMI
Maturity level 1 – Initialized
Pada ML1 ini proses biasanya berbentuk ad hoc. Sukses pada level ini didasarkan
pada kerja keras dan kompetensi yang tinggi orang-orang yang ada di dalam
organisasi tersebut atau dapat juga dikatakan perusahaan ini belum menjalankan
tujuan dan sasaran yang telah
didefinisikan oleh CMMI.
Maturity level 2 – Managed
Pada ML2 ini sebuah organisasi telah
mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2. Semua
pekerjaan yang berhubungan dengan dengan proses-proses yang terjadi saling
menyesuaikan diri agar dapat diambil kebijakan. Setiap orang yang berada pada
proses ini dapat mengakses sumber daya yang cukup untuk mengerjakan tugas
masing-masing. Setiap orang terlibat aktif pada proses yang membutuhkan. Setiap
aktivitas dan hasil pekerjaan berupa memonitor, mengontrol, meninjau, serta
mengevaluasi untuk menjaga kekonsistenan pada deskripsi yang telah diberikan.
Maturity level 3 – Defined
Pada ML3 ini sebuah organisasi telah
mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2 dan Level 3.
Proses dilihat dengan terjadinya penyesuaian dari kumpulan proses standar
sebuah organisasi menurut pedoman-pedoman pada organisasi tersebut, menyokong
hasil kerja, mengukur, dan proses menambah informasi lain menjadi milik
organisasi.
Maturity level 4 – Quantitatively Managed
Pada ML4 ini, sebuah organisasi telah
mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada pada Level 2, 3,
dan 4. Proses yang terjadi dapat terkontrol dan ditambah menggunakan
ukuran-ukuran dan taksiran kuantitatif. Sasaran kuantitatif untuk kualitas dan
kinerja proses ditetapkan dam digunakan sebagai kreteria dalam manajemen
proses.
Maturity level 5 – Optimizing
Pada ML5 ini suatu organisasi telah
mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada di Level 2, 3, 4,
dan 5. ML5 fokus kepada peningkatan proses secara berkesinambungan melalui
inovasi teknologi.
3.3. Studi Kasus
Huawei merupakan
perusahaan yang telah menerapkan CMMI level 5. Pada akhir September 2008,
sekitar 44% dari total 96.800 karyawan Huawei terlibat dalam R&D. Sebagai
bagian terintegrasi dari keseluruhan proses, Huawei menanamkan kembali 10%
pendapatan dari hasil penjualannya untuk riset dan pengembangan di mana 10%
tersebut diarahkan untuk mendanai pengembangan berbagai teknologi mutakhir dan
teknologi dasar setiap tahunnya.
Investasi ini sangatlah
penting untuk terus-menerus mengembangkan teknologi, solusi dan layanan yang
tujuan akhirnya adalah memaksimalkan keuntungan dan memberikan nilai tambah
bagi pelanggan.
BAB 4
KESIMPULAN
Dalam
menentukan level CMMI sebuah perusahaan IT, diperlukan adanya GP dan SP yang
telah ditetapkan dari PA setiap level. CMMI
membantu sebuah perusahaan IT untuk membangun langkah maju dengan lebih
baik, dengan adanya pembagian level
kedewasaan maka perusahaan juga dapat mengukur seberapa jauh mereka sudah
melangkah dan apa yang bisa menjadi salah satu jaminan bagi mereka dalam menawarkan
produknya kepada customer.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar